Sabtu, 15 Juli 2017

Kurva AD dan AS

Analisis Permintaan Agregat – Penawaran Agregat (AD-AS)
Analisis AD-AS merupakan model penentuan keseimbangan dengan menggunakan pemisahan harga berubah. Dalam analisis AD-AS, Penawaran Agregat dibedakan atas :
§  Penawaran Agregat Jangka Pendek ( Short Run Aggregate Supply) atau SRAS.
Kurva SRAS adalah kurva yang terus menerus melengkung ke atas dan memotong garis tegak pada Yf , kurva AS semakin tinggi tingkat kenaikannya. Berbentuk horizontal, karena upah dan harga kaku pada tingkat yang sudah  ditentukan sebelumnya. Karena itu, pergeseran dalam permintaan agregat mempengaruhi output dan kesempatan kerja.
§  Penawaran Agregat Jangka Panjang ( Long Run Aggregate Supply) atau LRAS.
Dalam jangka panjang, kurva penawaran agregat berwujud vertical karena output di tentukan oleh jumlah modal dan tenaga kerja serta ketersediaan teknologi, tetapi tidak oleh tingkat harga. Karena itu, pergeseran permintaan agregat mempengaruhi tingkat harga tetapi tidak output atau kesempatan kerja.

B.     Kurva Permintaan Agregat (AD)
1.      Definisi Kurva Permintaan Agregat (AD)
Kurva AD didefinisikan sebagai suatu fungsi atau kurva yang menggambarkan hubungan antara tingkat harga dengan jumlah pengeluaran agregat yang akan dilakukan dalam perekonomian.
2.      Sifat Utama Kurva AD
Kurva AD selalu merupakan suatu garis yang menurun dari kiri-atas ke kanan-bawah. Artinya “Semakin Rendah Tingkat Harga, Semakin Besar Permintaan Agregat Yang Wujud Dalam Perekonomian”. Sifat Kurva AD menurun ke bawah ini disebabkan oleh beberapa faktor dibawah ini :
a)      Tingkat Harga dan Pengeluaran Rumah Tangga
Dalam suatu waktu tertentu tingkat pendapatan nominal masyarakat adalah tetap. Tingkat gaji dan upah dan jumlah kesempatan kerja akan menentukan jumlah pendapatan yang diterima masyarakat pada suatu waktu tertentu. Apabila tingkst harga berbeda, daya beli pendapatan yang diperoleh itu adalah berbeda. Semakin rendah tingkat harga, semakin banyak barang dan jasa yang dapat dibeli. Dengan kata lain, Nilai rill pengeluaran agregat akan semakin meningkat, apabila tingkat harga semakin rendah.
b)      Tingkat Harga, Suku Bunga, dan Investasi
Pada umumnya terdapat perkaitan yang cukup rapat diantara perubahan tingkat harga dengan suku bunga. Apabila harga adalah stabil, atau tingkat inflasi sangat rendah, suku bunga cenderung akan berada pada tingkat yang rendah. Semakin tinggi inflasi, suku bunga cenderung akan semakin tinggi.
Terdapat perkaitan yang rapat pula diantara suku bunga dengan Investasi yaitu semakin tinggi suku bunga akan menyebabkan penurunan dalam investasi. Kemerosotan Investasi neyebabkan pengurangan pengeluaran agregat. Dengan demikian kenaikan harga akan menimbulkan proses perubahan berikut :
ü  Harga naik menyebabkan suku bunga naik
ü  Suku bunga naik menyebabkan investasi turun
ü  Investasi yang merosot menyebabkan pengeluaran agregat dan pendapatan nasional rill merosot.
c)      Tingkat Harga, Ekspor, dan Impor
Betbagai negara, terutama negara-negara yang telah  maju sektor induatrinya, akan mengeluarkan barang yang sama jenisnya. Oleh karena itu tingkat harga akan menjadi salahsatu faktor penting dalam menentukan ekspor dan impor di suatu negara.  Secara umum dapat dikatakan :
ü  Apabila barang-barang dalam suatu negara relatif lebih murah, ekspor akan meningkat, dan Impor berkurang dan sebaliknya
ü  Apabila barang-barang dalam suatu negara relatif lebih mahal, ekspor akan merosot dan impor meningkat.
Berdasarkan sifat ini dapat disimpulkan:
ü  Kenaikan-harga akan menurunkan ekspor neto (Ekspor dikurangi Impor).
ü  Pengurangan ekspor neto akan menurunkan pengeluaran agregat dan pendapatan nasional rill.
3.      Bentuk Kurva Permintaan Agregat (AD)


Dengan menggunakan kurva philips dapat diterangkan :
§  Bentuk hubungan diantara upah dan tingkat kesempatan kerja
§  Bentuk kurva penawaran agregat
     Berdasarkan Kurva Philips dapat disimpulkan
§  Semakin tinggi kesempatan kerja, semakin tinggi tingkat upah
§  Apabila tingkat kesempatan kerja semakin sangat tinggi yaitu apabila tingkat pengangguran rendah, kenaikan tingkat upah menjadi cepat






Rabu, 12 Juli 2017

Perekonomian Indonesia Pada Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi

Perekonomian Indonesia Pada Masa Orde Lama (1945-1966)
Orde Lama yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Berkuasa dari tahun 1945 sampai tahun 1966. pada saat orde lama, pemerintahan indonesia dibagi menjadi 3, sehingga kebijakan ekonomi yang diambil pun berbeda-beda. Diantaranya :

1. Pasca Kemerdekaan
Perekonomian indonesia sangat kacau mulai dari inflasi yang tidak terkendali ditambah kas negara yang kosong karena tidak adanya pajak dan bea masuk menjadi salah satu penyebabnya. Faktor- faktor penyebab kacaunya perekonomian Indonesia 1945-1950 adalah sebagai berikut :
  • Terjadi Inflasi yang sangat tinggi
  • Adanya Blokade ekonomi dari Belanda
  • Kekosongan kas Negara
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi,antara lain :
1.      Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan IR.     Surachman pada bulan Juli 1946. Salah satunya ke provinsi terkaya saat itu yaitu aceh

2.       Upaya menembus blockade dengan diplomasi beras ke India (India merupakan Negara yang mengalami nasib yang sama dengan Indonesia yaitu sama-sama pernah dijajah, Indonesia menawarkan bantuan berupa padi sebanyak 500.000 ton dan India menyerahkan sejumlah obat-obatan kepada Indonesia),mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blockade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.

3.      Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.

4.      Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.

5.      Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).


2. Masa Liberal
Permasalah ekonomi yang dihadai oleh bangsa Indonesia masih sama seperti sebelumnya. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
1.      Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
Pada kabinet ini untuk pertama kalinya terumuskan suatu perencanaan pembangunan yang disebut Rencana Urgensi Perekonomian (RUP)

2.      Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi. (Kabinet Sukiman)

3.      Sistem ekonomi Ali (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. (Kabinet ini sangat melindungi importer pribumi, sangat berkeinginan mengubah perekonomian dari struktur colonial menjadi nasional)

4.      Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.(Kabinet Burhanuddin)

5.      Gunting Syarifuddin
Kebijakan gunting syarifuddin adalah pemotongan nilai uang. Tindakan keuangan ini dilakukan pada tanggal 20 maret 1950 dengan cara memotong semua uang memotong semua uang yang bernilai Rp. 2,50 keatas hingga nilainya tinggal setengahnya. Kebijakan keuangan ini dilakukan pada masa pemerintahan RIS oleh menteri keuangan pada waktu itu Syarifuddin Prawiranegara.

6.      Rencana Pembangunan Lima tahun (RPLT)
Pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintah membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Ir. Djuanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Pada bulan Mei 1956, Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961. Rencana Undang-Undang tentang rencana Pembangunan ini disetujui oleh DPR pada tanggal 11 November 1958. Pembiayaab RPLT ini diperkirakan mencapai Rp. 12,5 miliar.

3. Masa Demokrasi Terpimpin
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
1.        Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.

2.        Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
3.        Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.


Perekonomian Indonesia Pada Masa Orde Baru (1966 – 1998)

Struktur perekonomian Indonesia pada tahun 1950-1965 dalam keadaan kritis. Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. 
Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Secara garis besar, upaya pemulihan struktur perekonomian dan pembangunan pada masa orde baru, pemerintah menempuh cara sebagai berikut :
1)       Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi ekonomi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus. Dan rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
2)       Kerja Sama Luar Negeri 
3)       Pembangunan Nasional 

Tujuan Pembangunan nasional adalah menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu :
·         Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
·         Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.
    Pelaksanaan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde Baru berpedoman pada Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan.
Isi Trilogi Pembangunan adalah :     Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

•    Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
•    Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
•    Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1)    Pelita I (1 April 1969 hingga 31 Maret 1974)
·  Menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian. 
·  Tujuannya adalah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya dengan sasaran dalam bidang Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.

2)    Pelita II  (1 April 1974 hingga 31 Maret 1979.) 
·  Menitik beratkan pada sektor pertanian dengan meningkatkan insdutri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. 
·  Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.
·  Pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.

3)    Pelita III (1 April 1979 hingga 31 Maret 1984.) 
·  Menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. 

4)      Pelita IV (1 April 1984 hingga 31 Maret 1989.) 
·  Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. 
·  Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan. 

5)    Pelita V (1 April 1989 hingga 31 Maret 1994.)
·  Titik beratnya pada sektor pertanian dan industri.
·  Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. 
6).   Pelita VI (1 April 1994 hingga 31 Maret 1999.) 
·  Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. 
·  Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pembangunan nasional Indonesia dari pelita ke pelita berikutnya terus mengalami peningkatan keberhasilan pembangunan. 
·  Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.


Perekonomian Indonesia Pada Masa Reformasi (1988-Sekarang)

1. Presiden B.J Habibie
Pada  tanggal 14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar baht Thailand terhadap dolar AS mengalami suatu goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan ‘jual’ karena mereka para investor asing tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian negara tersebut, paling tidak untuk jangka pendek. Pemerintan Thailand meminta bantuan IMF. Pengumuman itu mendepresiasikan nilai baht sekitar 15% hingga 20% hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 baht per dolar AS.
Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merebet ke Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya. Rupiah Indonesia mulai merendah sekitar pada bulan Juli 1997, dari Rp 2.500 menjadi Rp 2.950 per dolar AS. Nilai rupiah dalam dolar mulai tertekan terus dan pada tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai rekor terendah, yakni Rp 2.682 per dolar AS sebelum akhirnya ditutup Rp 2.655 per dolar AS. Pada tahun 1998, antara bulan Januaru-Februari sempat menembus Rp 11.000 per dolar AS dan pada bulan Maret nilai rupiah mencapai Rp 10.550 untuk satu dolar AS. Yang dilakukan Habibie untuk perekonomian Indonesia:
·       Merekapitulasi perbankan dan menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih mengurusi perekonimian.
·       Melikuidasi beberapa bank bermasalah
·       Menaikkan nilai tukar rupiah
·       Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan IMF

2. Presiden Abdurrahman Wahid

Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah pada perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri juga sudah mulai stabil.
Hubungan pemerintah dibawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF juga kurang baik, yang dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU No.23 tahun 1999 mengenai bank Indonesia, penerapan otonomi daerah (kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda.
      Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia.
      Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin, dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri.
      Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat.

3. Presiden Megawati Soekarnoputri
       Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain:
1.  Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
2.  Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
3.  Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.

 4. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
    Pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara Indonesia atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut di berhentikan sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan SBY dalam perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus bank century yang sampai saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya 93 miliar untuk menyelesaikan kasus bank century ini.        Kondisi perekonomian pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6 persen pada 2010 dan meningkat menjadi 6 - 6,5 persen pada 2011. Dengan demikian, prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula.        Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Kinerja ekspor nonmigas Indonesia yang pada triwulan IV - 2009 mencatat pertumbuhan cukup tinggi yakni mencapai sekitar 17 persen dan masih berlanjut pada Januari 2010. Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang negara. Masalah-masalah besar lain pun masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makro ekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.